Waktu adalah gunungan debu-debu rindu. Menjejak di tiap jengkal sisa usia kita. Takpeduli siapa yang menjajari langkah, takacuh pada canda di sela istirah, perjalanan takboleh kehilangan warna, apalagi lupa pada Sang Penunjuk Arah. Karena Dia yang menyempurnakan perjalanan dengan teman, dengan indah pemandangan, dengan tawa keceriaan juga dengan kelelahan. Agar kebugaran lebih nikmat terasa, agar takbetah dengan kesendirian.
Sebab perjalanan adalah teman, ia akan menghadirkan apa-apa yang kita
inginkan. Ia yang akan menyempurnakan apa yang kita butuhkan. Dan perjalanan ini, adalah rasa untuk menyajikan gambaran tentang rumah yang
tengah kita bangun di surga atau sebaliknya, takpantas jika disiakan. sebab
kita takpernah tahu berapa lama waktu tempuh yang masih disediakan oleh-Nya.
Banyak cara kerinduan itu diterjemahkan. Ada banyak hal lalu lalang dan pergi. Ada banyak hal pula beranjak
meninggalkan. Mungkin ini yang nantinya bernama rindu.
Ketika satu episode kehidupan terlampaui . Maka perlahan akan tumbuh rindu pada
episode kemarin. Ketika salah satu sahabat pergi dan tak lagi berjuang bersama. Maka tumbuh
rindu pada momen bersamanya. Bersama dalam lingkaran cinta-Nya. Kerinduan itu seperti doa yang tak terhenti.
Seperti sebuah pengharapan yang tak berujung. Seperti laut kepada langit. Laut yang tak pernah meninggalkan pantainya meski ombak memaksanya untuk
menjauh. Pun begitu pula dengan langit, yang tak pernah meninggalkan
mataharinya meski malam berganti.
Seberapa jauh engkau pergi, meski banyak episode kehidupan telah dilalui. Tak akan pernah ia meninggalkanmu dalam doa. Karena doa adalah bahasa terindah
yang bisa menjadi pertemuan tanpa bertatap.
Bukankah ini hanya perpisahan raga, namun bukan perpisahan hati? Perpisahan itu bukanlah karena jarak yang jauh, juga bukan karena ditinggal
pergi. Bahkan kematianpun bukanlah sebuah perpisahan, sebab di akhirat akan
bertemu kembali.
Perpisahan yang sesungguhnya adalah ketika satu diantaranya masuk surga,
sedangkan yang lainnya terjerembab ke neraka.
Kita bertemu kemudian berpisah, entah bertemu lagi atau tidak itu tidak menjadi
penting, jika hati sudah terhubung dalam frekuensi keimanan yang serupa
Selamat berbahagia dimanapun jalan yang sedang engkau tempuh.
Posting Komentar
Posting Komentar